MAKASSAR – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) menggelar aksi unjuk rasa teatrikal di depan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) dan di bawah flyover Makassar. Aksi yang berlangsung pada Jumat (20/12) ini menyebabkan kemacetan panjang akibat pembakaran ban bekas dan orasi yang dilakukan secara bergantian.
Para demonstran membawa spanduk bertuliskan “2024 KEJATI SULSEL MANDUL!!! GAGAL MEMBONGKAR KASUS KORUPSI DESA BONEA.” Mereka juga membawa keranda mayat, pocong, dan boneka tikus yang mengenakan jas serta topeng. Teatrikal ini melambangkan matinya penegakan hukum di Kejati Sulsel dan dugaan bahwa instansi tersebut melindungi pelaku korupsi.
Dalam orasinya, Babe, selaku jenderal lapangan GAM, menyoroti mandeknya kasus dugaan korupsi Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Bonea, Kabupaten Selayar, yang menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp357 juta. “Kasus ini sudah masuk tahap penyidikan sejak Mei 2024, tetapi hingga kini belum ada penetapan tersangka. Kami menduga ada permainan antara kejaksaan dan kepala desa terkait kasus ini,” tegas Babe.
Hal senada diungkapkan La Ode Ikra Pratama, atau yang akrab disapa Banggulung, selaku Panglima Besar GAM. Ia menambahkan bahwa Kejari Selayar telah mengakui adanya kerugian negara melalui siaran pers, namun penanganan kasus tersebut terkesan berlarut-larut. “Kami menduga kuat ada kongkalikong di Kejari Selayar maupun Kejati Sulsel. Jika dalam waktu satu minggu tidak ada penetapan tersangka, kami akan kembali dengan massa yang lebih besar,” ujar Banggulung.
Menanggapi aksi tersebut, Kasipenkum Kejati Sulsel, Sutarmin, menemui massa aksi dan menyatakan bahwa kasus ini telah dibahas dalam gelar perkara (exposé) di Kejati Sulsel. “Kami sudah memanggil pihak Kejari Selayar untuk menghadiri exposé. Kasus ini akan segera kami tindak lanjuti, dan Kejati Sulsel akan mengawasi prosesnya agar cepat selesai,” kata Sutarmin.
Meski mendapat tanggapan dari pihak kejaksaan, mahasiswa GAM tetap menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Aksi ini mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap lambannya penanganan kasus korupsi dan menjadi seruan agar penegakan hukum dilakukan secara transparan dan adil.(*)