MAKASSAR – Serangan udara Israel di Jalur Gaza yang terjadi pada Selasa malam, dinyatakan sebagai yang paling mematikan sejak perjanjian gencatan senjata dimulai di wilayah tersebut dua bulan lalu. Serangan tersebut telah mengakibatkan lebih dari 410 warga Palestina tewas, termasuk wanita dan anak-anak. Insiden ini memicu kecaman luas dari berbagai negara di dunia.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Mao Ning, menyatakan bahwa Beijing “sangat prihatin dengan situasi saat ini antara Israel dan Palestina.” Ia mengimbau semua pihak untuk “menghindari tindakan yang dapat memperburuk situasi dan mencegah terjadinya bencana kemanusiaan yang lebih besar.”
Di pihak lain, Rusia memperingatkan potensi “spiral eskalasi” di Gaza akibat serangan baru yang dilancarkan oleh Israel. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan bahwa Moskow memantau situasi tersebut dengan sangat cermat dan berharap konflik dapat kembali ke jalur damai.
Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, turut mendesak agar gencatan senjata di Gaza dihormati. Ia menyatakan bahwa “penderitaan yang sangat besar” telah terjadi di kawasan itu dan menekankan komitmen Australia dalam memperjuangkan perdamaian dan keamanan.
BACA JUGA: Polisi Australia Ungkap Rencana Palsu Serangan Sinagoge Sydney
Dari Eropa, Menteri Luar Negeri Belanda, Casper Veldkamp, melalui unggahan di platform X (dulu dikenal sebagai Twitter), meminta pihak-pihak yang bertikai untuk mematuhi kesepakatan gencatan senjata secara penuh dan melindungi semua warga sipil. Ia juga menegaskan pentingnya akses bantuan kemanusiaan bagi mereka yang membutuhkan, serta mengakhiri permusuhan secara permanen.
Sementara itu, kepala biro urusan kemanusiaan PBB, Tom Fletcher, menyebut serangan Israel di Gaza sebagai tindakan “mengerikan.” Ia menegaskan bahwa “Setiap orang yang berpengaruh harus mendesak penghentian ini.”
Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) mengutuk keras kebijakan kabinet sayap kanan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, karena melanjutkan serangan “mengerikan dan genosida” di Gaza. CAIR menyatakan bahwa “Netanyahu lebih memilih membantai anak-anak Palestina di kamp-kamp pengungsian daripada mengakhiri perang secara permanen seperti yang disyaratkan dalam perjanjian gencatan senjata.”
Israel meluncurkan serangan besar-besaran ke Gaza pada 7 Oktober 2023. Meski telah menewaskan lebih dari 48.000 warga Palestina yang mayoritasnya adalah wanita dan anak-anak, Israel gagal mencapai tujuan yang dinyatakannya. Israel sebelumnya telah menyetujui persyaratan negosiasi dengan Hamas di bawah perjanjian gencatan senjata tiga fase yang dimulai pada 19 Januari. Namun, Israel menolak untuk melanjutkan ke tahap kedua yang mengharuskannya menarik pasukan pendudukan dari Gaza.
Situasi yang terus memburuk ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak yang lebih besar terhadap keamanan dan perdamaian global. Berbagai pihak kini menyerukan penghentian kekerasan dan pemulihan jalur damai di Gaza.(*)